aku pulang,
ibuku, tanahku, perempuanku
ke haribaan pangkuanmu
kepada segenap belas hatimu
engkaulah sumber semangat dalam menjalani hidup
pengorbananmu tak terganti,
walau darah mengucur dan jiwa lepas pergi,
dari raga ini.
aku pulang,
ibuku, tanahku, perempuanku
izinkan kumembasuh segala keluh
yang telah sekian lama mukim di wajahmu
membilas airmata di setiap perjalanan mendewasakanku
aku pulang,
aku pulang,
aku,
pulang
1.4.12
surga di atas langit, neraka di dasar bumi
mereka sibuk membangun menara-menara,
dan berharap menemu bahagia
: apakah tuhan ada di sana?
mabuk anggur dan pesta pora,
merayakan kebebasan dalam hingar,
hingga fajar melupakan segala kekuatiran
di bawah menara,
seorang anak kecil tenggelam dalam hujan,
kuyup gigil seluruh badan
mata terpejam,
kotak semir lusuh di pangkuan
: mungkin, hari ini jibril tak datang
teringat emak pesan terngiang
: jangan terlambat pulang dan bawa uang,
untuk tebus obat di warung sebelah
dan berharap menemu bahagia
: apakah tuhan ada di sana?
mabuk anggur dan pesta pora,
merayakan kebebasan dalam hingar,
hingga fajar melupakan segala kekuatiran
di bawah menara,
seorang anak kecil tenggelam dalam hujan,
kuyup gigil seluruh badan
mata terpejam,
kotak semir lusuh di pangkuan
: mungkin, hari ini jibril tak datang
teringat emak pesan terngiang
: jangan terlambat pulang dan bawa uang,
untuk tebus obat di warung sebelah
27.1.12
senja diam
senja diam
langit merah di beranda rumah
angin bisu
daun tak bergerak
jam berdentang kencang
di telinga yang tuli
tembok redup
pantulan wajah samar
tertunduk terisak
air mata di antara hujan
bayang kekasih tiada datang
satu kerutan bertambah
terlalu lama menunggu
langit merah di beranda rumah
angin bisu
daun tak bergerak
jam berdentang kencang
di telinga yang tuli
tembok redup
pantulan wajah samar
tertunduk terisak
air mata di antara hujan
bayang kekasih tiada datang
satu kerutan bertambah
terlalu lama menunggu
dan di persimpangan yang lindap
tak ada kata yang terucap
hanya gelisah menyergap
diamdiam menyelinap
hati resah bawa senyap
dan di persimpangan yang lindap
kubawakan padamu rindu sebelum datang gelap
hanya gelisah menyergap
diamdiam menyelinap
hati resah bawa senyap
dan di persimpangan yang lindap
kubawakan padamu rindu sebelum datang gelap
melihat dalam tidur
terkadang dalam tidurku aku melihat orangorang tak berdaya menahan beban hidupnya hargaharga yang jauh melambung tak terjangkau oleh tangantangan yang lemah dan terancam karena bayangan gizi buruk dari setiap bayi yang dibuang dengan sengaja oleh orangorang tua mereka sendiri sementara di bagian mimpi yang lain masih saja bersliweran mobilmobil mewah yang dengan seenaknya saja membuang sampah di sepanjang jalan yang dilewati yang nantinya akan kupunguti karena itulah satusatunya cara yang kuketahui untuk sekedar bertahan hidup
mungkin butuh waktu untuk kita dapat merasakan panas sinar matahari yang melelehkan kulit dan membuatnya menjadi sepucat pekat dan lalu kita akan dengan sangat menyesal mengutuki diri kenapa tidak memakai tabir surya dan mestinya kita juga pernah berpikir tentang apa yang menjadi kehendak dari yang di atas sana juga mencoba untuk menerjemahkan segala mimpimimpi yang teralami dalam tidur kita di bumi
seharusnya kita mempunyai kesadaran untuk menjaga apa yang kita lakukan sebab tanpa disadari telah tertanam beribu penyadap di sekitar kita yang akan mencatat apapun segala yang kita perbuat
ah, kawan, mungkin kau sudah lupa. bagaimana sebuah perjalanan tidak selalu menjadi bagian dari sejarah, yang seperti kautahu juga, sejarah ditulis sebagai pembenar, bukan atas dasar kebenaran
perempuan di atas bukit
perempuan di atas bukit
mata terpejam tengadah ke langit
gumam terdengar dari bibirnya
keluh kesah dan doadoa
“o, wahai
kembalikanlah hidup hamba
yang terampas oleh penguasa
yang terhempas ke dasar samudra
o, wahai
kemana lagi hamba harus mencari
setelah semua milik habis dicuri
orangorang pintar yang membodohi”
tangan terangkat
mata terpejam rapat
segaris air mengalir di pipi
berserah pasrahkan diri
mata terpejam tengadah ke langit
gumam terdengar dari bibirnya
keluh kesah dan doadoa
“o, wahai
kembalikanlah hidup hamba
yang terampas oleh penguasa
yang terhempas ke dasar samudra
o, wahai
kemana lagi hamba harus mencari
setelah semua milik habis dicuri
orangorang pintar yang membodohi”
tangan terangkat
mata terpejam rapat
segaris air mengalir di pipi
berserah pasrahkan diri
cukup, sementara sampai di sini
sebelum lelap datang menyergap, apakah kau mendengar suaraku? berabad perjalanan, perputaran waktu yang berlangsung begitu cepat. hidup mati, siang malam. entah, ini sebuah kutukan atau kebetulan semata. tak perlu bertanya, kenapa dunia penuh sesak dengan orangorang gila. nikmati saja, sebuah sketsa yang diberikan oleh anakanak kita, dan jangan membalasnya dengan tamparan. jauhkan saja mereka dari televisi, sebab tuhan telah terbunuh karenanya. cukup, sementara sampai di sini
jangan menangis
sepertinya hari sudah selesai bagiku. tak kau dengarkah nyanyi gagak yang mengabarkan akan datangnya berita kehilangan? aku, aku telah kehilangan jiwaku; yang selalu muda saat bersamamu, yang tak pernah habis gairah denganmu. sebentar lagi, akan berakhir semua itu. getir dan manis yang kita hisap, adalah upah atas apa yang telah kita perbuat. jangan menangis, relakan saja kepergianku, mungkin ini yang terbaik, untuk kita. tersenyumlah, hanya itu yang ingin kulihat di wajahmu, bukan airmata yang mengalir. percayalah, kau akan selalu di hatiku. izinkan kutinggalkan semua di sini. cukuplah aku tahu, bahwa kau mencintaiku. selamat tinggal, dan kelak pasti kita akan bertemu lagi
sehabis hujan
langit cerah
hilang kabut
udara basah
air (me)nyusut
kegairahan semula redup
: kembali hidup
hilang kabut
udara basah
air (me)nyusut
kegairahan semula redup
: kembali hidup
tentang kota yang kepadanya aku selalu kembali
pagi yang basah,
nyanyian katak mengalun dari persawahan di belakang rumah
petani mulai menyemai benih padi mereka,
dan berharap hasil panen akan melimpah nantinya
lalu sekumpulan anak-anak bertelanjang dada dan kaki,
berjalan berbaris di atas pematang menuju ke kali
keriaan yang terpancar di wajah mereka,
melebihi sebungkus jajanan pasar oleh-oleh dari ibunya
kisah masa kecil kami,
adalah perjalanan yang tak akan terlupa sampai nanti
meski kini tak bersama-sama lagi,
tapi selalu saja rasa rindu menyesaki dada ini
berpuluh tahun sudah berlalu,
kota ini telah jauh berbeda daripada dahulu
tanah yang lapang menghampar luasnya,
berganti bangunan-bangunan megah di atasnya
stasiun kereta tempat kami sering bermain dan bercanda,
kini sudah menjadi terminal angkutan kota
hutan dan gunung yang ramai dengan kicau burung-burung
kini menjadi reruntuhan dan batu-batu yang berwajah murung
sudah begitu banyak yang berubah,
namun orang-orang masih saja ramah
atau mungkin menyembunyikan amarah,
dari penguasa yang serupa penjarah
nyanyian katak mengalun dari persawahan di belakang rumah
petani mulai menyemai benih padi mereka,
dan berharap hasil panen akan melimpah nantinya
lalu sekumpulan anak-anak bertelanjang dada dan kaki,
berjalan berbaris di atas pematang menuju ke kali
keriaan yang terpancar di wajah mereka,
melebihi sebungkus jajanan pasar oleh-oleh dari ibunya
kisah masa kecil kami,
adalah perjalanan yang tak akan terlupa sampai nanti
meski kini tak bersama-sama lagi,
tapi selalu saja rasa rindu menyesaki dada ini
berpuluh tahun sudah berlalu,
kota ini telah jauh berbeda daripada dahulu
tanah yang lapang menghampar luasnya,
berganti bangunan-bangunan megah di atasnya
stasiun kereta tempat kami sering bermain dan bercanda,
kini sudah menjadi terminal angkutan kota
hutan dan gunung yang ramai dengan kicau burung-burung
kini menjadi reruntuhan dan batu-batu yang berwajah murung
sudah begitu banyak yang berubah,
namun orang-orang masih saja ramah
atau mungkin menyembunyikan amarah,
dari penguasa yang serupa penjarah
Subscribe to:
Posts (Atom)