Keheningan pagi ini sudah dipecahkan oleh suara batuk dari seseorang di ruang makan sebuah hotel kecil di pinggir kota di pantai utara. Suara batuk yang dalam dan tajam seperti pisau menyayat daging menjadi potongan yang tak beraturan. Suara batuk yang berat seakan di dalam urat leher berisi truk molen berisi lahar semen yang siap dimuntahkan kapan saja.
Lama kuperhatikan orang itu, yang kemudian kukenal sebagai Tuan Ehukehuk, mendiami sebuah kamar di hotel ini sejak setahun yang lalu. Ya pada hari ini tepat setahun yang lalu ia masuk ke hotel ini dengan koper penuh sesak berisi pakaian dan berkas-berkas entah apa. Jalannya limbung, terhuyung-huyung seperti orang mabuk kecubung. Kalau deskripsinya masih kurang jelas menurutmu, cobalah kau minum seteguk ramuan kecubung milik temanmu, lalu rasakan sensasinya.
Bukan, aku tidak sedang membahas khasiat ramuan kecubung yang di kampungku nan jauh dari kota ini sudah biasa dikonsumi oleh anak-anak muda usia belasan, untuk memperoleh predikat sebagai orang hebat dan disegani oleh anak-anak muda lainnya. Tapi kali ini aku akan membahas tentang seseorang, orang yang batuknya bergetar seperti mesin bor.
Tuan Ehukehuk yang bentuk tubuhnya seperti liflet, kerempeng dan lemah itu saban hari selalu keluar dari hotel dengan berpakaian rapi dan menenteng berkas-berkas lalu akan pulang sebentar pas jam makan siang, untuk kemudian akan pergi lagi satu jam kemudian. Sorenya dia akan berdiam di kamarnya dan hanya keluar pada saat makan malam.
Hampir tidak pernah kulihat dia berinteraksi dengan sesama penghuni hotel ini. Kalau pun berpapasan dengan mereka di resto atau lobby, dia hanya akan bertukar senyum dan sapa sekadarnya saja.
Meski sudah setahun dia menginap di hotel ini tak pernah pula kulihat dia merokok. Bahkan kalau kebetulan ada teman bisnisnya yang datang kemudian merokok selalu dilarang dan diberi tambahan kata-kata bijak soal kesehatan. Mirip ustad yang ceramah di media sosial maupun televisi, mirip tukang motivasi yang selalu berkata-kata baik itu.
Hampir tidak pernah ada masalah yang datang menghampirinya. Sepertinya dia tipe orang yang tidak suka membuat masalah, kecuali soal suara batuknya yang selama setahun ini seolah menjadi suara latar yang diputar di hotel ini. Walaupun suara batuknya sedemikian itu tapi tidak ada satupun penghuni hotel yang komplain atau mengeluh kepada manajemen. Entah karena segan atau kasihan.
Hari ini hari terakhirnya tinggal di hotel, sebab dia harus sampai ke ibukota tengah malam nanti. Sewaktu sarapan pagi dia sudah berpamitan kepada beberapa penghuni hotel yang dikenalnya, yang semuanya menunjukkan raut muka sumringah seolah melihat cahaya pagi yang memberi harapan bahwa hal-hal buruk akan segera berlalu.
No comments:
Post a Comment