Showing posts with label sastra muda jepara. Show all posts
Showing posts with label sastra muda jepara. Show all posts

4.5.18

Tentang Yayasan Lembayung


Berikut sekilas tentang Yayasan Lembayung sebagaimana dikutip dari apa yang disampaikan oleh Winahyu Widayati (Pendiri sekaligus Ketua Yayasan Lembayung Kalinyamatan) tentang awal mula dan sejarah berdirinya Yayasan Lembayung. Silakan disimak.

Ide membuat rekor MURI yang digelar oleh Lembayung Production pada tahun 2004 adalah hasil bincang-bincang mas Nur Hidayat, Rini dan saya. Singkat cerita, kala itu kami ditantang mas Nur untuk membuat rekor muri, guna meramaikan pasar kerajinan yang waktu itu mas Nur, dkk yang dipasrahi untuk mengelola. Kemudian terbentuklah nama Lembayung Production sebagai bendera/ EO yang akan kita pakai untuk mengusung rekor MURI yang berkaitan dengan lampion/ impes.

Nama Lembayung sendiri adalah hasil kesepakatan saya dan Rini. Berdua kami berdiskusi bahkan berantem karena mempertahankan ide masing-masing tentang bentuk acara, hingga menjadi sebuah proposal. Dalam prosesnya kami dibantu oleh Solikhul Huda dan kawan-kawan dari Sanggar Kreatif, juga kawan-kawan yang tinggal di sekitar Kalinyamatan. Alkhamdulillah, rekor MURI bisa kami buat dengan dukungan penuh dari Pemkab Jepara yang waktu itu bupatinya masih pak Hendro Martojo, dan warga Kalinyamatan sebagai arak-arakan pembawa lampion terpanjang. Peserta arak-arakan mencapai 3.000 orang lebih pada waktu itu.

Tahun berikutnya, karena tidak mungkin lagi menggelar rekor MURI, kami menggelar pesta baratan, dengan iring-iringan Ratu Kalinyamat dan dayang-dayang (yang merupakan ide dari ibu Dyah Hadaning, seorang seniman wanita dari Jepara yang tinggal di Bogor), dengan di belakangnya diikuti oleh anak-anak pembawa lampion/ impes perwakilan dari desa-desa di Kalinyamatan. Alkhamdulillah, Pesta Baratan dapat terus berlangsung setiap tahun hingga tahun ini. Pesta Baratan vakum tidak digelar hanya 2 kali, yakni tahun 2009, karena saya harus mempersiapkan pernikahan saya yang waktunya juga di bulan Sya'ban dan tahun 2012.

Demikian penjelasan saya, selaku ketua dan pendiri Yayasan Lembayung Kalinyamatan, semoga bisa meluruskan kesimpangsiuran yang terjadi, dan semoga pihak-pihak yang mengklaim dirinya sebagai pelopor atau pembuat sejarah yang kaitannya dengan Lembayung dan Pesta Baratannya, bisa legowo dengan sejarah yang tidak mungkin diubah. Mohon bantu share agar sampai ke pihak-pihak yang belum paham sejarah Lembayung.

Kita berkarya, maka kita ada.

Ttd.

Winahyu Widayati





3.5.18

Pesta Baratan 2018



Ratu Kalinyamat dan para Dayang
Pesta Baratan yang merupakan sebuah acara budaya adaptasi dari tradisi Baratan yang biasanya dilaksanakan menjelang bulan Ramadhan tiba, tepatnya pada saat Nisfu Syakban, dan diselenggarakan oleh Yayasan Lembayung Kalinyamatan.

Rangkaian acara dimulai dari diadakannya lomba lampion pada hari Sabtu tanggal 28 April 2018, yang juaranya akan diikut sertakan pada pawai/ karnaval yang dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 29 April 2018.

Dua bulan sebelum pelaksanaan Pesta Baratan pihak penyelenggara sudah melakukan proses audisi untuk setiap peran yang dilakonkan, karena di puncak acara ada pergelaran teatrikal penobatan Ratu Kalinyamat.

Dengan segala keterbatasan dan tantangan yang dihadapi akhirnya Pesta Baratan dapat terselenggara, dan dapat dikatakan sukses jika yang dijadikan ukuran adalah jumlah orang yang dating dan menyaksikan, atau bahkan dari jumlah sorotan (baik berupa dukungan maupun cibiran) terkait pelaksanaan Pesta Baratan 2018.

Ada beberapa hal yang banyak sekali bersliweran di lini masa media sosial terkait Pesta Baratan 2018, diantaranya adalah;

1.  Lokasi Acara

Pada tahun ini Pesta Baratan mengambil rute mulai dari Masjid Al Makmur Kriyan dan berakhir di Lapangan Desa Banyuputih.

Tentunya hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan dari para penonton yang hadir, yang mungkin juga banyak yang menelan kekecewaan karena merasa kecelik sudah standby di lokasi yang diharapkan ternyata malah tidak dilalui.

Pihak penyelenggara sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait , utamanya dari kepolisian, namun pihak kepolisian bersikukuh untuk tidak memberikan ijin arak-arakan melewati jalan raya utama guna menghindari kemacetan. Pihak penyelenggara mematuhi arahan tersebut agar Pesta Baratan tetap dapat berlangsung, meski penyelenggara paham pasti ada konsekuensi yang akan diterima dengan adanya pengalihan rute tersebut. Termasuk hujatan dan cibiran.

2. Penampilan Ratu Kalinyamat

Penggunaan aksesoris yang berbau Sunda mengundang cibiran dan nyinyiran bahkan dari mantan pemeran Ratu Kalinyamat pada edisi sebelumnya. Ok, anggap itu kecelakaan kecil yang dilaksanakan penyelenggara karena minimnya referensi akan tetapi tidak bijak rasanya hanya menyebarkan cibiran dan hujatan tanpa memberikan rekomendari atau solusi. Saya kira penyelenggara akan sangat terbuka dengan segala macam ajakan diskusi tentang sosok Ratu Kalinyamat, apalagi jika disertai referensi yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Mari belajar besama. Kapan?

Ratu Kalinyamat berjilbab? Kenapa tidak. Apakah ada yang bisa memberi referensi gaya berpakaian seperti apa yang dikenakan oleh Ratu Kalinyamat? Lantas jika jilbab dipermasalahkan, apakah ada batasan dan larangan untuk seorang yang konsisten dengan jilbabnya untuk menjadi pemeran Ratu Kalinyamat?

Ada banyak hal yang perlu diperbaiki, untuk itu segala macam hujatan dan cibiran tidak akan menyelesaikan masalah. Bangun komunikasi, buka referensi, jangan takut belajar. Sukses untuk semua.

Tari Lampion
Salah satu peserta arak-arakan
Antusiasme penonton di depan panggung
Ritual di Masjid Al Makmur
tentang Yayasan Lembayung bisa dibaca di sini
*) Hakcipta foto milik Panitia

20.12.17

Juliet



AKU tidak tahu harus bagaimana memulai cerita ini. Aku selalu kesulitan untuk mengawali segala sesuatu. Itulah sebabnya ketika bermain catur aku tidak pernah mau melakukan langkah untuk yang pertama kali. Dan agar cerita ini bisa berlanjut, ada baiknya kalian bertanya kepadaku apa yang hendak kuceritakan.
Anggap saja kalian sudah bertanya, maka segera akan kuceritakan kisah ini.


NAMANYA Juliet, dan bermacam lagi sebutan dari orang-orang untuk memanggilnya. Ada yang memanggilnya Juliet, atau Juli, atau Yuli, semua panggilan itu akan membuatnya menolehkan kepala kepadamu ketika terdengar suaramu memanggilnya.
Ada beberapa kesalahan anggapan yang sering dilakukan oleh orang-orang tentang Juliet ini. Pertama, orang akan mengira kalau Juliet dilahirkan pada bulan Juli, padahal tidak. Dia dilahirkan pada bulan Desember, 30 tahun yang lalu.
Orang tua Juliet memang gemar memberi nama pada anaknya dengan nama-nama yang membuat orang lain penasaran dan salah terka. Seperti kakak tertua Juliet yang diberi nama Noviana, yang oleh banyak orang sering dikira dilahirkan pada bulan November, atau adik bungsunya yang walaupun namanya Febri tetapi lahirmya di bulan April.
Kemudian yang kedua, membaca namanya orang pasti berpikir kalau orang tua Juliet adalah penggemar berat drama Romeo Juliet karya William Shakespeare yang terkenal itu. Atau minimal mereka adalah penggemar film Romi Yuli yang dibintangi oleh Rano Karno dan Yessy Gusman.
Jangan bayangkan perawakan Juliet akan sama persis dengan perawakan Claire Daines di film Romeo & Juliet, atau perawakan Yessy Gusman. Kalau kalian berprasangka seperti itu kujamin kalian akan mengalami kecewa berat, seperti mendapat pukulan telak, lalu down sedemikan rupa menghadapi kenyataan yang sebenarnya.
Tapi untuk mengatakannya jelek, rasanya tidak tega. Katakan saja, penampilannya biasa saja. Begitu saja, agar tidak menyakiti hatinya.


SUDAH  hampir 5 tahun, aku sekantor dengan Juliet di sebuah perusahaan penyedia jasa outsourching. Aku di bagian keamanan, Juliet di keuangan.
Dari semula bertemu ketika istirahat makan siang di warung, menjadi semakin akrab. Sehingga aku semakin tahu sisi lain dari Juliet di luar kesehariannya di tempat kerja.
Ternyata, dia pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan yang membuatnya merasa enggan untuk dekat dengan laki-laki hingga sekarang.
Suatu kali pernah kutanya soal penyebab kegagalan pernikahannya, dia menjawab "Mantan suamiku tidak bisa mengerti diriku. Tidak mau memahami keinginan dan kebiasaanku"
"Harapanku sebenarnya dengan berjalannya waktu, dia akan menerimaku dengan segala kekurangan dan kelebihanku."
"Mungkin bagi kebanyakan orang, apa yang kulakukan dianggap aneh, tidak normal, atau bahkan dianggap gila"
"Memang apa yang kaulakukan?", tanyaku
"Sebelum berhubungan badan aku sering membakar dupa dan mandi kembang tujuh rupa. Karena aku percaya bahwa aku adalah titisan dari seorang ratu penguasa samudra"


HAMPIR tiap hari Juliet selalu mengajakku bicara. Berbincang tentang apa saja, tentang segala hal. Tapi yang paling mendominasi pebincangan adalah topik tentang dirinya sendiri
Dia ceritakan semua hal tentang dirinya. Dari soal kesukaannya berswafoto dengan latar belakang kuburan sampai kisahnya ketika ada seorang anggota kepolisian mendekatinya melalui media sosial.
Suatu pagi, ketika berpapasan di lobby sambil tersenyum Juliet menyapaku lalu bertanya “Siapa yang saat ini ikut denganku?”, sambil tangannya menunjuk pundaknya.
Karena tidak melihat ada orang lain selain kami berdua aku tidak menjawab pertanyaannya, hanya menunjukkan mimik muka yang seakan sebuah jawaban “Tidak ada”. Tapi Juliet bersikukuh mengatakan bahwa ada seseorang atau sesuatu yang saat itu sedang bersamanya.
“Kau tidak melihatnya?”, tanyanya lagi.
“Tidak”, jawabku sambil menggeleng.
“Uh! Dasar bodoh. Dia adalah Kanjeng Ratu!”, sungutnya sambil berjalan meninggalkanku yang masih terheran-heran dengan omongannya.

MASIH banyak hal yang sering Juliet ceritakan padaku, yang makin lama makin membuat penilaianku menjadi seperti penilaian kebanyakan orang kepadanya. Dan setelah kuperhatikan dengan benar-benar, ternyata hanya aku seorang saja teman sekantor yang akrab dengannya. Tak ada lainnya.

***

10.9.17

Perayaan Hari Puisi Indonesia di Jepara

Launching Buku Antologi Puisi Jejak Sajak Ali Masudi Dec di Pendopo Kab. Jepara
Awal bulan September 2017 menjadi waktu yang menyenangkan bagi para pegiat sastra maupun pecinta sastra di bumi Kartini, Jepara. Bagaimana tidak, di minggu pertama bulan ini telah diadakan sebuah kegiatan dalam rangka perayaan Hari Puisi Indonesia yang juga dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada salah seorang sastrawan Jepara yang sudah berpulang yaitu Ali Masudi Dec, dan di dalamnya ada serangkaian acara yang penuh bermuatan sastra.

Diawali dengan sebuah talk show sastra dan puisi di stasiun radio, yaitu radio Erlisa dan radio Kartini, kemudian dilanjutkan dengan workshop sastra dan lomba cipta puisi bertajuk "Puisi Untuk Negeri" yang dilaksanakan di aula kantor KPP Pratama Jepara juga lomba baca puisi dari tingkat SD, SMP serta SMA/ Mahasiswa.

Acara workshop sastra menghadirkan dua narasumber yaitu Udik Agus DW (Ketua Dewan Kesenian Daerah Jepara) dan Sunardi, KS (Sastrawan Jepara), dan akan dipilih puisi-puisi terbaik untuk kemudian dihimpun dalam satu buku yang akan diterbitkan oleh panitia.

Perayaan Hari Puisi Indonesia 2017 ini diselenggarakan oleh komunitas Sastra Muda Jepara (Samudra) dengan didukung penuh oleh Pemerintah Kabupaten Jepara dan KPP Pratama Jepara. Kegiatan tersebut diikuti tidak hanya oleh para pegiat sastra dari lokal Jepara saja, tetapi juga dari daerah-daerah lain, seperti Kudus, Pati bahkan Purwokerto.

Puncak acara perayaan Hari Puisi Indonesia ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 9 September 2017 bertempat di Pendopo Kabupaten Jepara bertajuk "Malam Anugerah Sastra Samudra Award 2017", dengan rangkaian acara berupa Parade Puisi, Pemutaran Film Puisi, Pembacaan Puisi oleh Bupati dan Wakil Bupati Jepara serta Kepala KPP Pratama Jepara, peluncuran buku antologi puisi Ali Masudi Dec, Pemberian Anugerah Sastra Samudra Award (ASSA) kepada tokoh-tokoh sastra di Jepara, juga pemberian hadiah bagi para pemenang lomba-lomba yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Asyari Muhammad, seorang penyair yang juga sebagai ketua panitia kegiatan menyatakan bahwa "Apa yang dilaksanakan pada hari ini atau sebelumnya adalah suatu bentuk apresiasi kepada tokoh-tokoh sastra di Jepara, juga untuk ikut menyemarakkan dunia sastra kepada generasi muda di Jepara."

***

Berikut daftar juara lomba baca puisi:
A. Tingkat Sekolah Dasar:
1. Mutiara Tifani (SDN Lebuawu 3)
2. M. Faisal A.S (SDIT Sultan Agung Kriyan)
3. Gading F.C (SDN Panggang 4)
4. Irsyad (...)
5. Syahda Yauziah (SDN Panggang 4)
6. Alfia C.A (SDN Kawak 1)

B. Tingkat SMP sederajat:
1. Duha Meila P. (MTS Matholibul Huda)
2. Fauziah R. (MTS Matholibul Huda)
3. Aisyah Z.N.A (SMPN 1 Pecangaan)
4. Andita Erlisa F (MTS Matholibul Huda)
5. Leni F B (SMP Al Ishom Mayong)
6. Devine Theofilin D (SMP Masehi)

C. Tingkat SMA sederajat & Mahasiswa:
1. Erika Ayu A. (SMK Wikrama)
2. Vannesa A.N (SMA Pecangaan)
3. Musa (Unsoed Purwokerto)
4. Naila A.R.(SMK Bhakti Ppraja)
5. Dzawatul F.H. (Unisnu Jepara)
6. Putri Ajeng L (SMKN 3 Jepara)
 
***

31.7.17

Ibuk

Ibuk sudah pensiun delapan tahun yang lalu dari pekerjaannya yang dulu di sebuah kantor pemerintahan di kota kecil di pesisir Jawa Tengah.

Dengan uang pensiun yang diterimanya setiap awal bulan, ibuk harus pintar-pintar mengelola keuangannya, agar tidak selalu nombok atau tekor di akhir bulan. Pendapatan yang tidak seberapa itu selalu habis untuk kebutuhan sehari-hari; bayar listrik dan air, beli gas, beli sembako juga cicilan perumahan yang sekarang kami tempati. Belum lagi kalau ada undangan tetangga atau kerabat yang punya hajat, mau tidak mau harus mempersiapkan dana tambahan untuk amplopnya.

Keadaan yang demikian itu membuat ibuk berusaha mencari jalan lain untuk dapat menambah sedikit pemasukan bagi keluarga ini. Dan dengan keterampilannya yang sudah dikuasai sejak beliau masih smp, ibuk lalu mulai merajut. Ibuk membuat berbagai barang rajutan mulai dari dompet, tas hingga peci.

Awalnya barang-barang hasil rajutan itu hanya ditawarkan kepada kerabat atau kenalan ibuk saja, lalu lama kelamaan meluas menjadi ke banyak orang. Tidak pernah ada promosi khusus yang ibuk lakukan, hanya dari mulut ke mulut.

Dengan tekun dilakukannya kesibukan itu sepanjang hari. Bahkan karena lelahnya, kadang ibuk sampai tertidur di kursi sambil tangannya masih memegang rajutan yang belum selesai. Melihat hal seperti itu lantas menimbulkan rasa kasihan dari kami, anak-anaknya.

"Ibuk sudah sepuh. Sudah waktunya istirahat, menikmati hari tua sambil melihat cucu-cucu  dengan bahagia. Ibuk mbok gak usah merajut lagi", kata Intan, anak bungsu ibuk.

Tapi apa jawab ibuk?

"Ibuk gak mau menyusahkan kalian. Biar ibuk lakukan apa yang bisa ibuk kerjakan untuk membantu meringankan beban kalian. Ibuk gak ingin menjadi benalu yang hanya bisa merepotkan kalian saja!", jawab ibuk tegas.

Kalau sudah begitu, ibuk kemudian diam dengan mata yang berkaca-kaca, lalu akan bilang, "Ibuk menyesal tidak bisa memberi kalian bekal hidup yang banyak, sehingga tidak perlu bersusah payah seperti sekarang. Biarlah ibuk terus merajut, semoga dengan ini ibuk bisa menebusnya".

Mendengar perkataan ibuk tersebut, kami lalu tertunduk menahan isak tangis yang hampir saja selalu gagal kami tahan. Dalam hati lalu kami berkata, "Maafkan kami ibuk, yang belum bisa membalas budi baik pengorbananmu. Maafkan kami yang belum bisa membahagiakanmu".

***

Sudah dua hari ini ibuk tidak merajut. Badannya demam dan tidak bisa beranjak dari tempat tidurnya. Intan harus mengambil cuti sampai 7 hari ke depan agar bisa leluasa merawat ibuk.

"Kamu tidak usah khawatir, ibuk baik-baik saja. Mungkin ibuk lelah, hanya butuh istirahat saja. Mana anak-anakmu, Yusuf dan Kamila? Ibuk rindu ingin memeluk mereka", kata ibuk sambil tersenyum.
"Mereka ada di depan buk, sedang mainan sama anaknya mas Putra. Nanti setelah mandi biar mereka menemani ibuk di sini"
"Buk, maafkan kami yang belum bisa membahagiakan ibuk di hari-hari yang seharusnya ibuk sudah menikmati buah dari benih yang ibuk tanam. Maafkan kami yang masih saja selalu menyusahkan ibuk dan juga bapak", lanjut Intan sambil meneteskan air matanya.
"Sudah, gak usah dipikirkan. Kalian tidak usah khawatir soal ibuk. Ibuk ikhlas merawat kalian", jawab ibuk sambil tersenyum.

***

29.5.17

Panggung Sastra: Suara Yang Menyala

Listrik yang sempat padam tidak menyurutkan orang-orang untuk datang ke lokasi acara Panggung Sastra Antologi Pendhapa 21 yang bertajuk "Suara Yang Menyala", yang bertempat di Pondok Pesantren Nailun Najjah Assalafy, Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara pada hari Rabu tanggal 24 Mei 2017.

Panggung Sastra Antologi Pendhapa 21 adalah semacam launching dari buku kumpulan puisi yang berjudul "Suara Yang Menyala", yang berisi puisi dengan beragam tema dari 11 orang penyair dari kota-kota di pantura Jawa Tengah, yaitu berasal dari Jepara, Kudus, Pati dan Rembang.

Mereka adalah Abdi Munif, Aloeth Pati, Alie Emje, Arif Khilwa, Asa Jatmiko, Asyari Muhammad, Bambang ES, Saliem Sabendino, Lelly Mettawati Widjaja, Yudhie Yarcho dan Zamroni Allief Billah.

Wijang J Riyanto in action

Sekitar jam 20.00 WIB acara dibuka dengan sambutan dari tuan rumah, kemudian dilanjutkan pengantar dari Taman Budaya Jawa Tengah selaku pemrakarsa acara ini, yang dalam hal ini diwakili oleh Wijang J Riyanto, yang seusai memberi kata pengantar beliau kemudian berpuisi.

Seperti disampaikan oleh Wijang J Riyanto, bahwa "Pelaksanaan kegiatan dengan berkeliling dari empat penjuru provinsi Jawa Tengah ini dimaksudkan agar sastra tidak hanya dinikmati dan diapresiasi oleh masyarakat di pusat-pusat kota, tetapi oleh seluruh lapisan masyarakat di manapun berada. Karya-karya yang terdapat dalam buku-buku yang diterbitkan tidak hanya tersimpan di Taman Budaya Jawa Tengah saja, melainkan juga disimpan di perpustakaan dunia seperti di Leiden, Cornell dan Washington."

Acara kemudian dilanjutkan dengan parade pembacaan puisi dari masing-masing penyair yang puisinya terdapat dalam buku antologi pendhapa 21 "Suara Yang Menyala".

Di tengah-tengah acara, hadirin sempat dikejutkan dengan kehadiran Bapak Marzuki, Bupati Jepara. Kemudian beliau didaulat untuk memberi sepatah-dua patah kata, dan tak hanya itu, beliau juga sempat bersyair.

Selain parade puisi dari para penyair yang ikut dalam antologi tersebut, acara dilanjutkan dengan penampilan dari beberapa penyair tamu, satu di antaranya adalah Kartika Catur Pelita, seorang penulis asal Jepara yang sudah menulis ratusan judul cerita pendek dan menerbitkan novel.

Kartika Catur Pelita sempat mengungkapkan kegelisahannya mengenai ketidak tahuan bapak Bupati Jepara tentang Akademi Menulis Jepara, juga betapa susahnya menerbitkan buku untuk penulis-penulis Jepara.

***

Acara selanjutnya adalah diskusi yang dipandu oleh Udik Agus DW,  ketua Dewan Kesenian Daerah Jepara dan pembicara Sunardi KS, seorang penulis senior dari Jepara, dengan tema "Sastra Yang Terpinggirkan."

Menurut Sunardi KS, "Banyak orang keliru beranggapan soal sastra dan sastrawannya, dianggap lusuh, garang, kontra dengan penguasa dan banyak lagi lainnya. Itu karena mereka jauh dari sastra. Padahal banyak juga sastra yang romantis dan relijius."

Kemudian Sunardi KS menyitir kata-kata yang berkait paut soal kepenyairan, yang pada intinya bahwa "Penyair menyeret beban dari sunyi ke bunyi bahasa. Akan gila seorang penyair yang diam memendam perkataan. Dan siksa penyair itu tak pernah berhenti."

Bagi Sunardi KS,  "Antara penyair dan puisi adalah sepasang kekasih yang tak bisa dipisahkan."

Menurut Sunardi KS, "Terpinggirnya sastra barangkali karena kesalahan penyairnya sendiri. Penyair sering menulis sesuatu dengan kata-kata yang terlalu sulit dipahami oleh orang lain."

Kemudian dialog dibuka dengan beberapa penanya yang masing-masing menanyakan atau bahkan menyuarakan kegelisahan soal dunia literasi di Indonesia yang tidak berjalan dengan semestinya. 

Ada salah seorang peserta diskusi yang menyatakan bahwa "Apresiasi terhadapp sastra di indonesia begitu memprihatinkan, sehingga sastra menjadi terpinggirkan."

Udik Agus DW selaku moderator sempat juga menyampaikan tentang rendahnya minat baca anak-anak sekolah di Indonesia, "di Amerika atau Rusia minat baca cukup besar. Tapi di Indonesia? Kecil sekali", katanya, yang kemudian ditanggapi oleh seorang peserta. "Apakah yg jadi masalah itu minat baca? Atau keterjangkauan bacaan?".

Ketika waktu sudah menunjukkan jam 24.00 WIB, acara kemudian ditutup dengan doa shalawat dan tarian sufi.

***
-- pada akhirnya: dari sepi kembali ke sepi.