Showing posts with label budaya. Show all posts
Showing posts with label budaya. Show all posts

29.12.20

Setelah Semua

[toppng.com]

Di persimpangan
: terpisahkan.

Hanya dirimu
yang tak lalat bagiku.

Di kesunyian
: terpendam.

Hanya kepadamu
yang murni cintaku.

Di reramuan
: tersimpan.

Hanya namamu
selalu ada di mantraku.

[Ngasem, 26/12/2020]

22.12.17

Niko



Niko tampak cantik dalam balutan kimono berwarna violet, warna kesukaannya. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai jatuh di bahunya. Riasan tipis di wajahnya, tetap tidak mengurangi keanggunannya. Senyum yang selalu mengembang di bibirnya, membuatku terpana.

      "Kenapa sih, kamu selalu memandangku seperti itu?”, katanya, sedikit jengah kupandangi.
            “Apa tidak boleh aku mengagumi kecantikanmu?”, aku balik bertanya.
            “Kita kan tiap hari ketemu. Kaya’ kamu gak pernah ketemu aku aja”.
            “Iya. Tapi, itu tetap tak bisa menghapus kekagumanku pada dirimu”.
            “Selalu begitu. Terserah kamu”, katanya menyerah.

            Meski keturunan Jepang, Niko belum pernah berkunjung ke negeri asal nenek moyangnya itu. Sejak lahir sampai sekarang, Niko tinggal di sini. Jadi jangan heran jika mendengar Niko tidak begitu fasih berbahasa Jepang. Tapi kalau soal makanan, jangan ditanya, dia jagonya. Masakannya tidak kalah dengan hasil masakan dari koki di resto-resto khusus masakan Jepang.

            Dengan tinggi 180 cm, wajah cantik khas perempuan oriental, sebenarnya dia cocok untuk menjadi model, atau setidaknya bintang iklan. Pernah aku mengusulkan padanya untuk mencoba ikut casting atau ajang-ajang pemilihan model dan cover girl di suatu majalah, tapi dia tidak pernah mau.

            “Aku gak ingin menjadi pusat perhatian. Aku merasa nyaman dengan diriku sekarang ini. Melukis, menulis, atau bahkan memasak. Itu semua sudah cukup membuatku merasa bahagia. Apalagi yang harus kucari, selain kebahagiaan?”.

            Mendengar alasannya, aku tak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan. Di satu sisi, aku ingin melihatnya memanfaatkan setiap kesempatan yang terbentang untuk melangkah lebih jauh ke depan. Tapi, di sisi yang lain sebenarnya aku merasa takut. Aku takut jika nanti Niko sudah menjadi sosok yang dikenal banyak orang, aku tak akan bisa lagi bertemu dan berhubungan dengannya secara leluasa seperti sekarang ini.

Image by Ady Setiawan from Pixabay

[]

            Niko dan aku sudah berteman sejak lama, sejak kami masih kecil. Kebetulan kami sama-sama anak tunggal di keluarga masing-masing. Kami sudah seperti saudara. Karena aku yang lebih tua setahun darinya, maka aku yang harus berperan sebagai kakak dan dia adiknya. Seperti lazimnya, tugas seorang kakak adalah menjaga dan melindungi sang adik. Itulah peran yang harus kami jalani.

            Aku ingat, ketika itu Niko masih kelas 5 SD. Sepulang sekolah dia menangis. Segera kuhampiri dia.

            “Kenapa menangis? Apa ada yang mengganggumu?”.
            “Tadi cokelatku diambil si Andy”, kata Niko, mengadu.
            “Sudah, jangan menangis. Nanti kubelikan cokelat lagi”, kataku sambil berusaha meredakan tangisnya.
            Niko diam. Mengusap sisa-sisa air mata di pipinya, kemudian tersenyum.

            Esok harinya, aku datangi Andy. Begitu ketemu dengannya, langsung kuhadiahi dia dengan sebuah pukulan yang tepat mengenai hidungnya, sambil tak lupa kusertakan pula ancaman agar dia tidak mengganggu Niko lagi.

            Yang terjadi selanjutnya adalah Niko tidak pernah lagi diganggu oleh teman-temannya. Tapi karena peristiwa itu pula, aku sempat di skors selama seminggu.
            Bila mengingat kejadian-kejadian yang kami alami di waktu kecil dulu, aku dan Niko selalu tertawa.

            Kedekatanku dengan Niko kadang memunculkan rasa cemas di hatiku. Aku takut jika suatu saat nanti aku harus berpisah dengannya. Takut jika nanti aku tidak akan pernah lagi bisa menghabiskan waktu bersamanya.
            Pernah Niko bertanya padaku apakah hubunganku dengannya tidak mengganggu hubunganku dengan orang lain. Aku tidak langsung menjawabnya, tapi balik mengajukan pertanyaan yang sama padanya. Niko pun tidak menjawab secara tegas pertanyaanku.

            Kejadiannya kira-kira setahun yang lalu.

            “Apa hubungan kita ini tidak mengganggu hubunganmu dengan orang lain?”, tanya Niko.

            Aku tidak menjawab. Hanya diam, sambil menghela nafas.

            “Selama ini aku tidak pernah melihatmu dekat dengan perempuan lain, selain aku”, tambahnya.

            Aku tidak langsung menjawab. Menghela nafas. Memandang wajahnya.
            “Tidak akan ada yang merasa terganggu melihat hubunganku denganmu, Niko. Entah denganmu. Apa ini juga tidak mengganggu hubunganmu dengan orang lain?”.
            “Tidak”.
            “Terus kenapa selama ini tidak ada perempuan yang dekat denganmu?”, tanya Niko.
            “Apa masalah ini begitu penting untuk diperdebatkan? Jika selama ini tidak ada perempuan yang dekat denganku, itu karena aku memang belum menginginkannya. Itu saja. Dan tolong jangan permasalahkan soal ini lagi”.

            Niko hanya terdiam. Memandang titik-titik air yang mulai jatuh membasahi pelataran rumahnya. Gerimis datang, dan mungkin sebentar lagi akan turun hujan.

            Sampai sekarang kami tidak pernah lagi memperbincangkan soal itu lagi.
[]

          
           “Hei! Jangan bengong aja. Makan tuh!”, seru Niko, mengagetkanku.

            Melihatku terkejut, Niko tersenyum.

            “Ya Tuhan, terima kasih telah Kau ciptakan makhluk indah itu di sini. Dan telah Kau izinkan aku untuk dapat berada dekat dengannya”, ucapku dalam hati.
            “Iya. Kamu juga. Aku tak ingin menikmati masakan terlezat yang pernah kunikmati ini seorang diri”.

            Seperti hari-hari yang lain, hari ini Niko juga memasak sendiri.

            Hari ini adalah hari terakhir dia berada di sini. Besok, dia harus menemani mamanya yang ingin menghabiskan hari tuanya di negeri para leluhurnya, Jepang. Dan entah kapan dia akan kembali lagi ke sini.

            Kami menghabiskan malam berdua. Bercerita dan berbincang tentang banyak hal, sepanjang malam. Di bawah bintang dan bulan yang bersinar terang. Purnama. Bulan bulat penuh. Malam yang indah.

            Esok paginya, aku mengantarkan Niko dan mamanya sampai di bandara. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir kami berdua. Hanya tatapan mata yang berbicara.

            “Aku akan merindukanmu. Tolong jangan lupakan aku”, kata Niko sambil memelukku, sebelum beranjak memasuki pesawat.
            “Aku juga akan merindukanmu. Aku tak akan pernah melupakanmu. Jaga dirimu baik-baik”.
            Niko tersenyum, manis sekali. Senyum yang tak akan mungkin pernah bisa kulupakan.

            Mungkin memang benar jika ada yang mengatakan, kita akan lebih menghargai apa yang kita miliki apabila kita telah kehilangan sesuatu yang kita miliki tersebut.

            Apakah aku akan kehilangan Niko? Entah.[]

14.12.17

Anak Perempuan Berambut Ikal Yang Wajahnya Sangat Cantik

AKU bukan orang baik. Tepatnya tidak terlalu baik. Aku juga sering melakukan dosa dan kesalahan yang mungkin banyak orang lain lakukan. Mencuri, mabuk, main perempuan atau tidak beribadah. Meski sewaktu kecil aku sekolah madrasah, tapi sampai sekarang aku tidak lancar mengaji. Aku hanya bisa membaca dengan lancar dan hafal beberapa surat pendek saja. Itu pun karena beberapa surat tersebut sering kubaca kalau aku sedang beribadah. Sekali lagi, kalau sedang beribadah.

Semenjak diterima kerja di sebuah kota besar di ujung barat Pulau ini, aku menjadi akrab dengan hal-hal yang di mata orang banyak dianggap tidak patut. Tidak baik.

Pertama kali menginjakkan kaki di kota ini aku langsung berkenalan dengan Panut, seorang pencopet yang biasa beroperasi di terminal. Perkenalanku awalnya terjadi karena memergoki dia mencopet seorang mahasiswi cantik di sebuah bis kota yang kebetulan aku naiki.

Waktu itu, anehnya aku tiba-tiba lupa dengan segala pesan-pesan baik dari kedua orang tua dan teman-teman di kampung. Waktu itu yang ada di kepalaku adalah pikiran bahwa pencopet itu sungguh memiliki nyali yang cukup besar untuk melakukannya, dan hanya orang-orang pilihan yang sanggup melakukannya. Salah satunya adalah Panut.

Sekian tahun di perantauan sudah membuatku lupa tentang banyak hal dari tempat di mana aku berasal. Di antaranya adalah siapa nama teman karibku, yang sering mengajak bolos madrasah dan malah mengajak jeguran di kali yang airnya keruh seperti susu. 

Banyak hal yang terlupakan. Namun di antara banyak hal yang terlupakan itu, terselip juga satu hal yang masih membekas di ingatanku. Seperti luka yang meninggalkan bekas sayatan di muka Panut sewaktu berkelahi dengan preman di terminal sebelum dia berhasil menaklukkannya, lalu menebusnya dengan tinggal di penjara selama 5 tahun. Hal yang masih membekas, meninggalkan tanda yang begitu sulit untuk dilupakan.

{}

MATAHARI mulai angslup ke peraduannya diiringi semburat berwarna jingga di ufuk barat. Burung-burung berombongan terbang pulang ke sarang. Jendela-jendela segera ditutup dan lampu-lampu mulai dinyalakan. Sebentar lagi dari langit akan terdengar suara azan sebagai penanda bahwa maghrib telah tiba. Orang-orang tua mulai menyuruh anaknya untuk segera masuk ke rumah. Dan jika ada yang belum pulang, mereka akan bergegas mencarinya sampai ketemu dan menggiringnya pulang sambil mulutnya meracau penuh omelan.

Demikian juga denganku dan adik lelakiku. Setiap senja datang dan gelap malam mulai menjelang, kami dilarang untuk keluar rumah. Kata bapak, waktu senja yang merupakan waktu perputaran dari siang menuju malam adalah waktu yang rawan. Pada saat-saat itu candikala akan datang dan mengambil anak-anak kecil yang masih berkeliaran di luar rumah untuk dijadikan santapan makan malamnya. Maka dari itu ketika hari mulai senja, keadaan kampung menjadi sepi. Tidak ada gelak tawa dan celoteh riang anak kecil. Tidak ada suara berlarian anak-anak bermain. Yang boleh berada di luar rumah adalah mereka yang sudah dewasa dan orang-orang tua semacam mbah Usup, seorang veteran perang jaman kemerdekaan yang setiap malam datang ke rumah hanya untuk numpang tidur dengan alasan menonton televisi.

Pernah aku bertanya tentang alasan kenapa anak-anak tidak boleh keluar rumah pada saat senja hari kepada mbah Usup di sela-sela perhatiannya menonton siaran langsung sidang kabinet yang ditayangkan TVRI. Tapi bukan jawaban yang memberikan pencerahan atas rasa keingin-tahuanku melainkan sebuah dampratan yang tak habis-habisnya sampai mbah Usup tertidur kelelahan.

Mbah Usup merupakan orang tertua di kampungku dan dia selalu dijadikan rujukan pertama atas segala sesuatu yang berhubungan dengan sejarah, peristiwa atau hal-hal lain yang terjadi yang berhubungan dengan kampung ini. Apapun yang dikatakan oleh mbah Usup selalu menjadi dogma, selalu benar, selalu dituruti. Tidak ada yang berani membantah apapun perkataannya. Semua orang, termasuk bapak.

{}

SETELAH dewasa aku mencoba mencari tahu bagaimana sejarah yang tercipta di kampungku. Mbah Usup sudah lama meninggal karena sakit, setelah istrinya mendahuluinya sebulan sebelumnya.

Dari cerita-cerita para tetua kampung sepeninggal Mbah Usup kuperoleh sebuah kisah yang menjadi latar belakang kenapa setiap senja hari anak-anak kecil di kampung ini tidak boleh keluar rumah.

Berpuluh-puluh tahun lalu, Mbah Usup memiliki seorang anak perempuan berambut ikal yang wajahnya sangat cantik. Setiap sore sampai menjelang maghrib ia selalu bermain petak umper bersama teman-teman sebayanya di lapangan dekat kuburan. Pada suatu hari mereka bermain petak umpet, dan ketika seharusnya permainan itu sudah berakhir, anak Mbah Usup tidak pulang ke rumah. Lalu gegerlah seluruh kampung. Semua orang dewasa, laki-perempuan, ikut mencari anak perempuan Mbah Usup itu sampai ke seluruh kampung. Tapi tidak ketemu, tidak pernah ketemu. Sampai sekarang.

Sejak itu, Mbah Usup mulai memberlakukan larangan keluar rumah pada waktu pergantian hari dari siang menuju malam bagi semua orang, terutama anak kecil, dan barangsiapa yang melanggarnya akan dikutuk, dimaki dan yang paling berat sanksinya akan diusir dari kampung ini.

{}

"PAK, aku ingin pintar mengaji. Agar besok aku bisa mengajari bapak mengaji. Bapak kan tidak bisa mengaji", kata Aleyya anak ragilku tiba-tiba membuyarkan segala lamunanku.
Gambar oleh vinicius oliveira dari Pixabay



24.10.17

Launching Yayasan Lembayung

Yayasan Lembayung Kalinyamatan adalah sebuah lembaga yang menginisiasi pelaksanaan kegiatan Festival Baratan yang setahun sekali dilaksanakan di Kalinyamatan Jepara, sebuah acara yang bahkan sudah menjadi destinasi pariwisata di Jepara.

Pada hari Sabtu tanggal 21 Oktober 2017 bertempat di lantai dasar Gedung Pasar Kerajinan Kalinyamatan dilaksanakan launching berdirinya Yayasan Lembayung Kalinyamatan. Selain launching, pada acara tersebut juga dilaksanakan pengukuhan kepengurusan organ-organ yang berada di bawah Yayasan Lembayung Kalinyamatan periode 2017-2019, serta penggalangan dana untuk Rohingya.

Acara yang dihadiri oleh segenap pengurus dan anggota Yayasan Lembayung Kalinyamatan, para seniman dan budayawan serta masyarakat umum, dimeriahkan dengan pembacaan puisi oleh Kintan Naura siswa kelas IV SDIT Kriyan Kalinyamatan, penampilan tari gembira dari sanggar BTS Mayong asuhan Bang Tigor, dan parade puisi kolaborasi oleh Yudhie Yarcho, Syafiq dan Asyari Muhammad.

Selain itu ada juga pemutaran film pendek karya salah seorang anggota Yayasan Lembayung Kalinyamatan, pentas teater berjudul "Jika Hidup Adalah Sebuah Pilihan" yang naskah ditulis dan disutradarai oleh Winahyu Widayati, yang juga ketua Yayasan Lembayung Kalinyamatan. Kemudian ada juga penampilan juggling botol minuman ala bartender oleh pemuda-pemuda Kalinyamatan, dan disusul oleh pemutaran film pendek dari Teater Empluk yang sedianya akan menampilkan pantomim.

Dalam sambutannya, Nur Hidayat, anggota DPRD Kab. Jepara yang juga menjadi salah seorang pembina Yayasan Lembayung Kalinyamatan berpesan agar kehadiran Yayasan Lembayung Kalinyamatan dapat menyumbangkan hal-hal positif kepada generasi muda pada khususnya dan masyarakat keseluruhan pada umumnya melalui kegiatan kesenian dan kebudayaan.

Berikut beberapa foto pada acara Launching Yayasan Lembayung Kalinyamatan (diambil dari laman facebook Lembayung): 

17.10.15

Kunang - Kunang

aku tenggelam di genang hitam
di antara kerlip cahaya,
di tubuhmu

menjelma kunang-kunang
yang terbang dan hinggap
dari satu tempat ke tempat lainnya

selalu sendiri
ya,
sendiri saja

18.9.15

ti3a



Hannibal masih asyik mengutak-atik komputernya. Sudah seminggu ini dia meng-hack website sebuah perusahaan operator telepon seluler terbesar di negara ini. Sebagai hacker yang sudah cukup lama malang melintang di dunia bawah tanah, pekerjaan ini sebenarnya bukanlah pekerjaan yang sulit. Tapi tidak tahu kenapa, mungkin karena perusahaan itu sudah memperkerjakan seorang hacker untuk memproteksi website mereka. Seperti yang Hannibal tahu, sekarang ini banyak perusahaan-perusahaan besar yang menghire seorang hacker untuk menjaga keamanan website juga data-data perusahaan mereka.

Beberapa waktu yang lalu, ia sukses membobol website sebuah departemen pemerintah hanya dalam waktu kurang dari 24 jam dan tidak terlacak. Setelah sukses  mengacak-acak, ia lalu meninggalkan sebuah tulisan berupa pesan moral yang ditujukan kepada penguasa negeri ini.

Biasanya Hannibal meng-hack sebuah website hanya untuk bersenang-senang saja. Tapi kali ini berbeda. Setelah berdiskusi dengan teman-temannya, ia bermaksud untuk meminta uang tebusan dari perusahaan pemilik website yang berhasil ia bobol datanya.

Setelah beberapa kali gagal mencoba, pada usahanya yang ke 5 ini dia berhasil menyadap data dan rencana-rencana perusahaan itu untuk 5 tahun ke depan. Data-data yang telah berhasil diperoleh tersebut kemudian didownload lalu disimpan di emailnya dan di 2 buah CD.

CD pertama ia sembunyikan di dalam pigura foto kekasihnya, Izabel. Sedangkan CD kedua, rencananya akan ia serahkan nanti ketika deal transaksi dengan perusahaan tersebut sudah mencapai kesepakatan. Ia berencana untuk minta tebusan sebesar 100 juta. Dan rencananya pula CD ini nanti akan ia serahkan di depan Disc Tarra Plaza Simpang Lima besok malam jam 9 tepat.

^^

Izabel dan Gazal duduk berdua di apartemen Izabel. Dengan ditemani sebotol Jack Daniels dan alunan suara Frank Sinatra di latar belakang. Pada mulanya mereka hanya membahas rencana-rencana yang akan mereka lakukan. Juga rencana Hannibal untuk bertransaksi dengan sebuah perusahaan yang telah berhasil ia bobol websitenya.

Sebenarnya Izabel tidak setuju dengan apa yang akan dilakukan Hannibal. Ia khawatir akan terjadi apa-apa dengan kekasihnya itu, karena ini adalah pertama kalinya Hannibal bermain sendiri. Biasanya setiap kali transaksi, mereka selalu menggunakan kurir, jadi mereka tidak pernah terlibat secara langsung. Sedangkan kali ini, Hannibal memilih melakukannya seorang diri.

Tapi Gazal mendukung rencana Hannibal, karena uang yang akan diperoleh jumlahnya cukup besar jika transaksi ini sukses. Perdebatan antara Izabel dan Gazal pun berlangsung beberapa lama.

Entah siapa yang lebih dulu memulai. Mereka lalu saling menatap, kemudian saling berciuman, kemudian saling meraba, kemudian saling meremas. Kemudian tubuh mereka berdua menyatu. Menjadi satu. Seirama. Senada. Kemudian mereka melakukan gerakan-gerakan berirama. Ritmis. Seperti sepasang balerina yang sedang menari. Hingga akhirnya adegan  diakhiri dengan teriakan kecil Izabel, ketika orgasme menyentuhnya.

Izabel bergegas pergi. Ia teringat untuk menemani Hannibal melakukan transaksi malam ini. Ia tak ingin membiarkan Hannibal melewatkan kesempatan besar itu tanpa ada yang menemani. Ia takut terjadi sesuatu dengan Hannibal.

Beberapa kali Izabel mencoba menghubungi ponsel Hannibal, tapi tak satupun berhasil connect. Ia tahu, mungkin Hannibal sudah mengganti nomornya. Seperti yang biasa mereka lakukan, setiap kali melakukan transaksi mereka akan selalu menggunakan nomor baru. Ini semua mereka lakukan dengan tujuan agar identitas mereka tetap tersembunyi dan sulit terlacak oleh pihak-pihak lain.

^^

Lampu ini menyala begitu terang. Menyilaukan mata. Aku tak tahu aku berada dimana. Yang aku lihat hanya ruangan serba putih dengan lampu yang menyala menyilaukan mata. Dan ada selang infus di tanganku. Juga tabung oksigen.

“Dimana aku?”.    
“Kamu di Rumah Sakit”, jawab seorang perempuan, yang ternyata adalah Izabel.
“Mana uangnya? Trus, kenapa aku bisa ada disini?”.
“Uang apa? Kamu kutemukan tergeletak pingsan di sebuah gudang yang sudah tidak terpakai di Pelabuhan, semalam”.
“Tubuhmu penuh luka dan memar-memar”.

Perlahan-lahan aku teringat. Setelah bertemu dengan orang dari perusahaan itu, kami lalu sepakat untuk bertransaksi di McD. Kemudian kami memesan minuman. Setelah kelar, aku  terus diajak pergi. Kami naik mobil.  Ternyata di dalam mobil, sudah menunggu 2 orang lagi. Dan setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi.

Izabel kemudian bercerita. Ia menyusulku ke Disc Tarra, tapi tak menemuiku di sana. Setelah berkeliling mencari-cari, akhirnya ia melihatku naik mobil bersama seseorang. Ia kemudian mengikuti mobil itu. Mobil itu kemudian menuju ke daerah pelabuhan. Setelah menunggu beberapa lama, mobil itu keluar dari pelabuhan. Izabel kemudian masuk dan mencariku. Ia menemukanku di sebuah gudang, dalam keadaan pingsan dan tubuh penuh luka.

“CD itu pasti sudah dibawa mereka?”, tanyaku lagi.
“Mungkin. Aku tidak menemukan apa-apa lagi di sana.”.
“Sial! But, that’s ok. CD itu hanya berisi separuh saja dari semua data yang berhasil kuperoleh kemarin. Sisanya masih kusimpan”.
“Tapi, berjanjilah untuk lebih berhati-hati lagi”.
“Ya”.

^^

Surat kabar pagi ini dihebohkan dengan berita tentang 3 orang pasien Rumah Sakit Jiwa kelas I di Semarang yang telah melarikan diri. Ketiga orang pasien tersebut sering mengidentifikasikan diri mereka sebagai Hannibal (seorang hacker dan ahli komputer), Izabel (seorang model dan artis) dan Gazal (seorang anggota Dinas Rahasia).

Ketiganya adalah tersangka yang terlibat dalam kasus penghinaan terhadap simbol-simbol negara dan dianggap membahayakan keselamatan negara. Dalam kasus tersebut, ketiganya dinyatakan terbukti bersalah dan secara meyakinkan telah melakukan kegiatan seperti yang telah dituduhkan.

Tapi dalam sidang lanjutan yang berlangsung cukup lama, sekitar 6 bulan, pengacara ketiga orang tersebut berhasil meyakinkan dan membuktikan pada pengadilan bahwa ketiga orang tersebut "tidak layak secara mental" untuk melakukan semua kegiatan yang dituduhkan. Kemudian pengadilan mengambil keputusan, ketiganya dinyatakan "tidak waras" dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa untuk menjalani perawatan serta pemulihan mental sebelum kasus itu dilanjutkan kembali. Dan semuanya atas tanggungan negara.[]


**dead!**

[2006]